Jakarta – Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) tengah mengguncang dunia kerja pada 2025. Di Amerika Serikat, jumlah pekerja yang diberhentikan hingga Juli sudah melampaui total sepanjang 2024. Data dari firma karier Challenger, Gray & Christmas mencatat lebih dari 806.000 pekerjaan terhapus, melampaui angka 761.358 pada tahun sebelumnya.
Di Indonesia, tren serupa mulai terasa. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat lebih dari 42 ribu pekerja kehilangan pekerjaan hingga pertengahan 2025. Jumlah pengangguran nasional kini mencapai 7,28 juta orang. Menariknya, meski teknologi kecerdasan buatan (AI) kerap disebut sebagai biang keladi, faktor penyebab PHK jauh lebih beragam.
Salah satu pemicu terbesar datang dari kebijakan politik di AS. Program efisiensi pemerintahan Donald Trump yang disebut DOGE (Department of Government Efficiency) menawarkan buyout massal bagi pegawai negeri. Hanya dalam dua minggu, lebih dari 65 ribu pegawai federal menerima tawaran ini, sementara ribuan posisi lain di militer, sektor veteran, dan nonprofit ikut terpangkas akibat pemotongan anggaran hibah.
AI dan otomatisasi memang punya andil besar dalam peta ketenagakerjaan. Sepanjang 2025, lebih dari 89 ribu pekerja sektor teknologi di AS terdampak PHK, termasuk di perusahaan besar seperti Intel, Microsoft, PayPal, dan HP. Di Indonesia, adopsi AI mulai merambah startup dan korporasi besar. Meski skalanya belum sebesar di AS, gelombang otomatisasi berpotensi menekan berbagai profesi ke depan.
Kebijakan tarif global yang menaikkan biaya operasional juga memperparah kondisi. Di sektor ritel, lebih dari 80 ribu pekerja terpaksa dirumahkan akibat lonjakan harga bahan baku, tarif impor, serta ketidakpastian ekonomi. Tekanan serupa dirasakan sektor otomotif, sementara usaha kecil dan nonprofit kesulitan bertahan tanpa sokongan modal tambahan.
Indonesia pun tidak luput dari dampak. Laporan Kemenaker menyoroti UMKM sebagai sektor paling rentan. Fluktuasi harga bahan baku dan biaya energi membuat banyak usaha kecil tak mampu membayar gaji secara konsisten, sehingga terpaksa merumahkan karyawan.
Meski badai PHK mengguncang, sejumlah sektor justru membuka peluang baru. Di AS, pariwisata dan hiburan bangkit pasca pandemi, menyumbang sepertiga dari total rencana perekrutan. Sektor asuransi dan otomotif juga menunjukkan prospek rekrutmen yang positif.
Gelombang PHK global 2025 menegaskan bahwa AI bukan satu-satunya penyebab hilangnya pekerjaan. Kebijakan politik, kondisi ekonomi, hingga tekanan operasional memiliki andil besar. Bagi pekerja, adaptasi dan peningkatan keterampilan menjadi kunci. Profesi yang berfokus pada kreativitas, kepemimpinan, serta layanan manusia masih dibutuhkan dan relatif lebih aman dari disrupsi teknologi.
Perubahan cepat dunia kerja juga menyoroti pentingnya keseimbangan hidup dan ketahanan mental. Siapa yang mampu beradaptasi dengan transformasi ini akan lebih siap menghadapi tantangan masa depan.