Pertamina Tegaskan Kualitas Pertamax Terjamin, Pastikan Tidak Ada Pengoplosan

PT Pertamina Patra Niaga menegaskan bahwa bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax dengan Research Octane Number (RON) 92 memiliki kualitas yang terjamin dan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Komitmen ini diwujudkan melalui pengawasan ketat dari hulu hingga hilir, mulai dari tahap produksi, distribusi, hingga akhirnya sampai di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) resmi milik Pertamina.

Pelaksana Tugas Harian (PTH) Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo, menekankan bahwa ada dua jalur utama dalam pengadaan Pertamax, yaitu melalui produksi di kilang milik Pertamina dan melalui impor dari luar negeri. Dalam kedua jalur ini, kualitas BBM selalu dipastikan melalui berbagai tahap pengujian laboratorium yang dilakukan secara berkala.

“Baik BBM yang berasal dari kilang domestik maupun impor, semuanya melewati proses pengujian ketat. Sebelum dikirim, dilakukan pengujian sebelum muatan (before loading) dan setelah muatan (after loading). Begitu tiba di terminal, kami juga melakukan pengujian rutin untuk memastikan kualitasnya tetap terjaga hingga tiba di SPBU,” ujar Ega dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi XII DPR RI di Jakarta pada Rabu (26/2).

Ega menepis tudingan bahwa Pertamina melakukan pencampuran BBM untuk menghasilkan RON 92 atau Pertamax. Ia menegaskan bahwa tidak ada praktik oplosan dalam proses produksi atau distribusi Pertamax. Menurutnya, satu-satunya proses tambahan yang dilakukan terhadap BBM RON 92 adalah penambahan aditif guna meningkatkan performa dan efisiensi bahan bakar.

“Pertamina Patra Niaga hanya menambahkan aditif ke dalam BBM RON 92 yang diperoleh dari impor maupun dari produksi kilang kami sendiri. Ini adalah praktik umum di industri energi untuk meningkatkan kualitas bahan bakar, bukan untuk mengubah nilai oktan yang sudah ada,” jelasnya.

Ega juga menjelaskan bahwa BBM RON 92 yang diimpor masih dalam bentuk fuel-based dan belum mengandung aditif khusus. Oleh karena itu, sebelum dipasarkan sebagai Pertamax, dilakukan proses injeksi aditif serta pewarnaan. Proses ini, menurutnya, merupakan standar dalam industri BBM dan tidak berpengaruh terhadap angka oktan dari bahan bakar itu sendiri.

“Penambahan aditif ini bertujuan untuk meningkatkan nilai guna produk, memberikan manfaat tambahan bagi kendaraan, dan menjaga stabilitas kualitas BBM dalam penyimpanan. Ini adalah bagian dari proses produksi yang dilakukan secara global di industri minyak dan gas,” tambahnya.

Selain itu, Ega juga memastikan bahwa pengoplosan BBM mustahil dilakukan di lingkungan Pertamina. Pasalnya, perusahaan secara rutin berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan dan Bareskrim Polri untuk mencegah serta menindak tegas praktik penyelewengan yang dapat merugikan konsumen.

“Pertamina Patra Niaga berkomitmen untuk menjaga kepercayaan masyarakat dengan memastikan bahwa BBM yang dijual di SPBU sesuai dengan spesifikasi yang seharusnya. Kami juga rutin melakukan inspeksi kualitas dan kuantitas secara masif di berbagai lokasi,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa Pertamina tidak memiliki fasilitas untuk melakukan perubahan angka RON pada BBM. “Kami tidak memiliki alat atau fasilitas yang bisa mengubah nilai oktan BBM. Yang kami miliki hanyalah fasilitas untuk pencampuran aditif dan pewarnaan guna menyesuaikan standar produk yang dipasarkan,” jelasnya.

Dalam RDPU yang sama, Presiden Direktur dan Country Chair Shell Indonesia, Ingrid Siburian, juga memberikan penjelasan serupa. Ia menyatakan bahwa Shell Indonesia melakukan proses penambahan aditif pada BBM RON 92 yang diimpor untuk memberikan manfaat tambahan bagi performa kendaraan.

“BBM yang kami impor adalah based fuel dengan RON 92, yang kemudian kami tambahkan aditif di terminal kami. Untuk memastikan kualitas tetap terjaga, kami melakukan pengujian acak dua kali dalam sebulan. Ini adalah prosedur standar untuk menjamin produk yang kami jual sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan,” ungkap Ingrid.

Presiden Direktur PT Aneka Petroindo Raya (bp-AKR), Vanda Laura, juga mengonfirmasi bahwa praktik yang diterapkan oleh Pertamina dan Shell merupakan standar di industri BBM. Menurutnya, semua pemain di industri ini berkomitmen untuk menjaga kualitas produk yang mereka pasarkan.

“Kami menerapkan prosedur yang serupa dengan Pertamina dan Shell. Sebelum BBM dikirim dari Singapura, sudah dilakukan pengujian untuk memastikan angka RON sesuai standar. Sesampainya di Jakarta, kami juga melakukan pengujian tambahan. Setidaknya dalam satu kuartal, kami melakukan pengujian bersama Lemigas. Pada tahun 2024 ini, kami telah melakukan 50 kali pengujian untuk memastikan kualitas BBM yang kami distribusikan di SPBU kami tetap terjaga,” paparnya.

Penjelasan dari para perwakilan perusahaan tersebut diberikan sebagai respons atas permintaan Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Haryadi. Dalam rapat tersebut, Bambang menyoroti pentingnya menjaga kepercayaan publik terhadap Pertamina Patra Niaga, terutama setelah munculnya kasus dugaan pengoplosan Pertamax yang sempat mencuat.

“Ada sekitar 6.000 SPBU yang dimiliki Pertamina. Sementara itu, jumlah SPBU milik Shell hanya sekitar 200, atau kurang dari 1 persen dari total. AKR memiliki 107 SPBU, sementara Vivo hanya 43. Jika kepercayaan publik terhadap Pertamina terganggu akibat opini yang berkembang, dampaknya bisa sangat besar. Kita harus meluruskan persepsi yang keliru, terutama mengenai anggapan bahwa Pertamax dan Pertalite memiliki kualitas yang sama,” ujar Bambang.

Ia juga mengungkapkan adanya indikasi penurunan volume penjualan BBM Pertamina setelah terungkapnya kasus dugaan korupsi dalam tata kelola distribusi BBM di Pertamina Patra Niaga. Oleh karena itu, Bambang mendorong Pertamina untuk lebih aktif dalam memberikan edukasi dan penjelasan kepada masyarakat agar tidak terjadi kesalahpahaman.

“Dari informasi yang kami terima, ada penurunan penjualan BBM Pertamina yang cukup signifikan. Sebagai perusahaan yang memiliki dua skema pengadaan BBM—baik melalui produksi kilang maupun impor langsung—Pertamina harus memastikan bahwa informasi yang beredar di masyarakat tidak menyesatkan. Jangan sampai muncul persepsi keliru bahwa Pertamax memiliki kualitas yang sama dengan Pertalite,” pungkasnya.

Dengan adanya klarifikasi dari berbagai pihak, diharapkan masyarakat dapat lebih memahami bahwa BBM RON 92 yang dipasarkan oleh Pertamina, Shell, dan bp-AKR telah melalui pengawasan ketat dan tidak mengalami praktik oplosan. Pertamina Patra Niaga berkomitmen untuk menjaga standar kualitas BBM guna memastikan kepuasan dan keamanan para konsumen di seluruh Indonesia.

Subscribe to My Newsletter

Subscribe to my weekly newsletter. I don’t send any spam email ever!