Bertahan di Tengah Badai: Strategi Pengusaha Indonesia Hadapi Gejolak Ekonomi Global & Ketidakpastian Regulasi

“Kami bukan hanya bertarung untuk untung. Kami bertarung untuk tetap hidup.”

Ungkapan tersebut datang dari seorang pengusaha manufaktur lokal, di tengah tahun 2025, periode yang diwarnai tekanan global, ketidakstabilan pasar, dan regulasi yang berubah cepat. Tahun ini menjadi ujian nyata bagi para pelaku usaha Indonesia: bukan hanya soal bertahan, tapi juga tentang menemukan arah di tengah kabut ketidakpastian.

Ekonomi bukan semata urusan angka dan indikator makro. Ia hidup di balik dapur kecil yang tetap menyala, di tengah garasi yang disulap menjadi ruang produksi, dan di antara layar gawai pelaku UMKM yang berinovasi dari rumah. Dalam situasi seperti ini, keberanian dan ketangguhan mental menjadi modal utama.

Tekanan Ekonomi yang Berlapis

Periode 2024–2025 menghadirkan berbagai tantangan bagi dunia usaha nasional:

  • Krisis rantai pasok global yang belum sepenuhnya pulih pasca pandemi.
  • Konflik geopolitik di Timur Tengah dan dinamika ekonomi pasca pemilu Amerika Serikat yang memengaruhi stabilitas pasar ekspor.
  • Di dalam negeri, kebijakan fiskal dan reformasi sistem perizinan seperti OSS, kenaikan PPN, serta perubahan pajak digital, membuat banyak pelaku usaha harus melakukan penyesuaian besar-besaran dalam waktu singkat.

“Bisnis sekarang harus beradaptasi bukan setiap tahun, tapi setiap tiga bulan,” kata seorang pemilik startup teknologi edukasi di Bandung.

Pernyataan tersebut mewakili suara banyak pengusaha, dari skala kecil hingga korporasi. Ketidakpastian kini menjadi kondisi tetap yang harus dihadapi dengan kecepatan berpikir dan eksekusi yang jauh lebih lincah.

Strategi Para Pengusaha dalam Menghadapi Tekanan

Meski dihantam berbagai tantangan, banyak pelaku usaha Indonesia tidak memilih mundur. Sebaliknya, mereka mengembangkan strategi bertahan dan bertumbuh yang mencerminkan karakter khas wirausahawan sejati: tangguh, adaptif, dan kolaboratif.

1. Membangun Mindset Agile

Perusahaan-perusahaan mulai meninggalkan struktur kaku dan perencanaan jangka panjang yang tidak relevan. Model kerja berbasis sprint, pengambilan keputusan cepat, dan tim kecil yang fleksibel menjadi pola umum baru.

Contoh datang dari pelaku UMKM fashion yang kini lebih mengandalkan sistem pre-order berbasis data permintaan di media sosial dan marketplace. Hal ini memungkinkan produksi yang lebih efisien dan minim risiko.

2. Diversifikasi Pasar dan Pendapatan

Banyak pengusaha kini menembus pasar global secara digital, memanfaatkan platform seperti Amazon, Etsy, dan Alibaba. Produk kerajinan tangan, makanan instan, hingga software buatan lokal mulai memasuki pasar luar negeri.

Sementara itu, diversifikasi juga dilakukan melalui kolaborasi lintas bidang, seperti pelaku bisnis makanan yang membuka kelas daring tentang proses produksinya sebagai sumber pendapatan tambahan.

3. Kolaborasi sebagai Strategi Bertahan

Dalam dunia usaha yang semakin kompetitif, kolaborasi kini menjadi pilihan strategis. Komunitas petani kopi di Toraja, misalnya, menjalin kerja sama dengan startup logistik dan pembuat konten digital untuk membangun merek bersama dan memperluas jangkauan pasar.

“Kalau sendirian, kita cepat habis. Tapi kalau bersama, kita bisa saling topang,” ujar seorang pengusaha agrikultur berkelanjutan.

Regulasi: Beban atau Peluang?

Kritik terhadap regulasi yang tumpang tindih, prosedur perizinan yang berbelit, dan kenaikan pajak mendadak memang terus muncul. Namun di sisi lain, regulasi juga membuka peluang bagi pelaku usaha yang jeli membaca arah kebijakan.

Contohnya, dorongan pemerintah terhadap ekonomi hijau mendorong tumbuhnya bisnis berbasis produk ramah lingkungan, energi terbarukan, dan kemasan berkelanjutan. Dalam konteks ini, pelaku usaha yang proaktif dan solutif justru bisa berada di depan.

Kuncinya bukan melawan arah kebijakan, melainkan menyesuaikan arah layar.

Mentalitas Pengusaha di Tengah Badai

Tantangan ini bukan sekadar uji kelayakan finansial, melainkan ujian karakter dan ketahanan mental. Pengusaha yang bertahan bukanlah mereka yang memiliki segalanya, melainkan yang tahu mengapa mereka memulai.

“Pengusaha sejati bukan yang berani saat semua mudah. Tapi yang tetap melangkah saat tak ada jaminan—selain keyakinan dan tekad.”

Di tengah krisis, ketahanan mental menjadi modal yang tak tergantikan. Visi yang jelas akan menjaga arah saat jalan tampak kabur, dan jiwa kolaboratif akan membuka pintu-pintu baru yang tak terduga.

Kisah Nyata: Inspirasi dari Lapangan

“Bangkit Lewat Sambal”

Seorang ibu rumah tangga di Solo mulai membuat sambal rumahan setelah suaminya kehilangan pekerjaan. Kini, produknya telah hadir di 11 kota dengan dukungan kurir lokal, reseller digital, dan strategi live shopping.

“Bengkel Jadi Studio Konten”

Di Bekasi, seorang montir menyulap garasi menjadi studio konten otomotif. Ia rutin membagikan tips perbaikan mobil di TikTok dan YouTube. Hasilnya? Pelanggan meningkat, dan brand otomotif mulai melirik kolaborasi.

“Dari Jalanan ke Pasar Global”

Seorang penjual minuman di Yogyakarta mengemas produknya secara unik dan membangun cerita merek yang kuat melalui media sosial. Kini, produknya menembus pasar Jepang dan Korea melalui platform ekspor digital.

Penutup: Badai Tak Selamanya, Nilai Adalah Warisan

Tidak ada badai yang abadi. Namun mereka yang tetap berdiri setelah badai berlalu bukanlah yang paling kuat secara fisik, melainkan yang paling teguh dalam nilai dan tujuan.

Dunia usaha Indonesia sedang menjalani seleksi alam. Yang bertahan bukan hanya yang punya modal besar, tetapi yang mampu menyesuaikan diri, berinovasi, dan menjaga komitmen pada nilai yang mereka bangun sejak awal.

“Bangunlah bisnis seperti membangun warisan. Karena ketika badai reda, hanya mereka yang bertahan dengan nilai yang akan tetap berdiri.”

Subscribe to My Newsletter

Subscribe to my weekly newsletter. I don’t send any spam email ever!