Jakarta — Sejarah dunia modern tidak bisa dipisahkan dari kolonialisme. Sejak abad ke-15, kekuatan Eropa berlomba-lomba menjelajahi dunia untuk menguasai wilayah baru dan mengeksploitasi sumber daya. Akibatnya, hampir seluruh kawasan di Asia, Afrika, Amerika, hingga Pasifik pernah mengalami masa penjajahan. Namun, di tengah arus besar kolonialisme tersebut, sejumlah negara berhasil mempertahankan kemerdekaannya sepanjang sejarah modern.
Negara-negara ini, meski pernah menghadapi tekanan militer, ancaman politik, atau intervensi ekonomi, tidak pernah sepenuhnya jatuh di bawah kekuasaan asing. Mereka kerap dianggap sebagai simbol kedaulatan, ketahanan budaya, dan semangat perlawanan yang kuat terhadap imperialisme.
Jepang menjadi contoh paling terkenal. Negara kepulauan ini mengadopsi kebijakan isolasi nasional atau sakoku pada abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-19, membatasi pengaruh luar negeri. Meskipun sempat ditekan oleh Amerika Serikat melalui kedatangan “Kapal Hitam” pada 1853, Jepang tidak pernah dijajah. Sebaliknya, Jepang melakukan modernisasi cepat melalui Restorasi Meiji yang mengubahnya menjadi kekuatan militer dan kolonial baru, bahkan berhasil mengalahkan Rusia dalam Perang Rusia-Jepang (1904–1905).
Thailand juga memiliki sejarah unik sebagai satu-satunya negara di Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah. Berada di antara kekuatan kolonial Inggris dan Prancis, Thailand bertahan melalui diplomasi cerdas para rajanya, termasuk Raja Mongkut dan Raja Chulalongkorn. Negara ini rela memberikan wilayah perbatasan sebagai konsesi politik demi menjaga kedaulatan dan melakukan modernisasi untuk menunjukkan diri sebagai negara beradab yang sulit ditaklukkan.
Di Afrika, Liberia dan Ethiopia adalah dua contoh penting. Liberia berdiri pada 1822 sebagai tanah pemukiman bagi budak kulit hitam yang dibebaskan dari Amerika Serikat dan memproklamasikan kemerdekaannya pada 1847. Sementara itu, Ethiopia berhasil mempertahankan kedaulatannya setelah mengalahkan Italia dalam Pertempuran Adwa tahun 1896. Meski pernah diduduki sementara selama Perang Dunia II, Ethiopia segera memulihkan kemerdekaannya dan tetap dianggap tidak pernah dijajah dalam arti penuh.
Nepal dan Bhutan di kawasan Himalaya juga sukses menjaga kemerdekaan mereka. Meski sempat terlibat perang melawan Inggris, Nepal tidak pernah menjadi koloni dan bahkan pasukan Gurkha-nya kini menjadi bagian penting dalam militer Inggris. Bhutan pun tetap merdeka meski kalah dalam Perang Inggris-Bhutan, berkat kombinasi letak geografis yang sulit dijangkau dan diplomasi hati-hati.
Negara-negara seperti Iran dan Afghanistan dikenal karena kemampuannya menahan dominasi asing. Iran menghadapi tekanan dari Inggris dan Rusia namun tetap mempertahankan pemerintahan sendiri. Afghanistan bahkan dijuluki “kuburan imperium” karena berkali-kali menggagalkan upaya penjajahan, termasuk tiga kali perlawanan terhadap Inggris pada abad ke-19 dan awal abad ke-20.
Di Timur Tengah, Arab Saudi tidak pernah mengalami penjajahan langsung. Meskipun Kesultanan Utsmaniyah memiliki pengaruh di wilayah Hijaz, kekuasaan penuh tidak pernah tercapai. Setelah penyatuan oleh Raja Abdulaziz Ibn Saud pada 1932, Arab Saudi berdiri sebagai negara merdeka. Demikian pula dengan Turki, yang merupakan penerus Kekaisaran Utsmaniyah. Wilayahnya memang sempat diduduki Sekutu setelah Perang Dunia I, tetapi perlawanan Mustafa Kemal Atatürk memulihkan kedaulatan dan mendirikan republik modern pada 1923.
Kisah sepuluh negara ini menunjukkan bahwa meskipun kolonialisme mendominasi sejarah dunia selama berabad-abad, tekad, strategi, dan kekuatan nasional mampu membuat sejumlah negara tetap berdiri tanpa pernah tunduk pada kekuasaan asing. Mereka menjadi simbol penting dari kemandirian politik dan identitas nasional yang tak tergoyahkan hingga kini.