Jakarta — Masyarakat kelas menengah Indonesia tengah menghadapi tekanan ekonomi yang semakin berat, di tengah penurunan daya beli dan kenaikan harga barang yang melampaui pertumbuhan pendapatan mereka. Menghadapi situasi ini, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menekankan pentingnya pengelolaan keuangan yang bijak, serta peningkatan literasi keuangan dan investasi untuk melindungi posisi kelas menengah.
Berdasarkan data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah masyarakat kelas menengah di Indonesia telah menyusut signifikan dari 57,33 juta pada tahun 2019 menjadi 47,85 juta pada tahun 2024. Sementara itu, kelompok yang rentan terhadap kemiskinan semakin membengkak hingga mencapai 137,5 juta jiwa. Data ini menunjukkan pergeseran yang memprihatinkan di mana banyak masyarakat kelas menengah terjerumus dalam kelompok yang rentan terhadap ketidakstabilan ekonomi.
“Di tengah situasi yang semakin menekan, penting bagi masyarakat kelas menengah untuk lebih berhati-hati dalam mengelola keuangan mereka. Mereka harus memiliki pemahaman yang lebih baik tentang pengelolaan keuangan pribadi dan investasi untuk menjaga kesejahteraan ekonomi mereka,” ungkap Huda dalam pernyataan resmi, Selasa (15/10).
Huda juga menjelaskan bahwa pertumbuhan pendapatan kelas menengah hanya sekitar 1,5% per tahun, yang tidak mampu mengejar laju inflasi dan kenaikan harga barang. Akibatnya, banyak keluarga kelas menengah yang mulai menggunakan tabungan mereka untuk memenuhi kebutuhan konsumsi harian, yang menunjukkan tingkat kerentanan mereka dalam menghadapi tekanan ekonomi. Ia menekankan bahwa kondisi ini bisa semakin buruk jika tidak diimbangi dengan strategi pengelolaan keuangan yang tepat.
Meskipun situasi ini cukup serius, Huda mengungkapkan bahwa masih banyak masyarakat kelas menengah yang belum mampu mengendalikan pengeluaran mereka secara efektif. Selain itu, banyak yang terjebak dalam investasi yang menjanjikan keuntungan tinggi tanpa memahami risiko yang terlibat.
“Oleh karena itu, masyarakat perlu memperluas pemahaman mereka tentang literasi keuangan, termasuk dasar-dasar investasi, agar mereka dapat membuat keputusan finansial yang lebih bijak dan tidak terperangkap oleh janji keuntungan cepat yang sering kali tidak realistis,” ujar Huda.
Menambahkan pandangan Huda, Co-Founder Tumbuh Makna, Benny Sufami, menyatakan bahwa literasi keuangan yang kuat menjadi fondasi utama dalam menjaga stabilitas ekonomi di tengah ketidakpastian. Ia menekankan pentingnya masyarakat kelas menengah untuk lebih selektif dalam pengambilan keputusan keuangan mereka, terutama dengan semakin maraknya layanan pinjaman online ilegal yang menjerat banyak masyarakat.
“Pinjaman online sering kali menjadi perangkap bagi mereka yang kurang memahami konsekuensi finansialnya. Masyarakat kelas menengah harus lebih berhati-hati agar tidak terjebak dalam utang yang malah memperparah kondisi keuangan mereka,” ujar Benny.
Benny juga menambahkan bahwa kelas menengah sebenarnya memiliki peluang yang lebih baik dalam memahami dan menerapkan strategi keuangan yang lebih cerdas. Dengan edukasi yang tepat, masyarakat bisa belajar untuk mengelola pendapatan mereka dengan lebih baik, serta memilih instrumen investasi yang sesuai dengan profil risiko dan tujuan keuangan mereka.
“Investasi di instrumen yang lebih aman, seperti obligasi ritel, dapat menjadi pilihan yang tepat bagi mereka yang ingin melindungi nilai aset mereka di tengah situasi ekonomi yang tidak menentu. Obligasi ini menawarkan keuntungan yang lebih stabil di tengah inflasi yang fluktuatif,” pungkas Benny.
Dalam menghadapi tantangan ekonomi saat ini, literasi keuangan menjadi alat yang sangat penting bagi masyarakat kelas menengah. Dengan pengelolaan keuangan yang lebih cermat dan strategi investasi yang tepat, kelas menengah dapat lebih siap menghadapi tekanan ekonomi dan menjaga stabilitas keuangan mereka di masa depan.