Penurunan BI Rate ke 5,75 Persen: Langkah Strategis Mendukung Perekonomian Nasional

Bank Indonesia (BI) kembali menunjukkan perannya sebagai penggerak utama perekonomian nasional dengan menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 basis poin menjadi 5,75 persen. Keputusan ini diambil dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada pertengahan Januari 2025, yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan kredit perbankan dan mendukung pemulihan ekonomi secara menyeluruh.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan bahwa langkah ini tidak hanya akan memperkuat kemampuan perbankan dalam menyalurkan kredit, tetapi juga memberikan dampak langsung pada peningkatan konsumsi dan investasi. Dengan suku bunga yang lebih rendah, perbankan akan lebih memilih mengalokasikan dana mereka untuk kredit dibandingkan menempatkannya dalam instrumen investasi lainnya, seperti Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Perry menjelaskan bahwa pertumbuhan kredit perbankan pada tahun 2024 telah menunjukkan tren yang positif dengan peningkatan sebesar 10,39 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Untuk tahun 2025, Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan kredit dapat mencapai 11 hingga 13 persen, didukung oleh kebijakan moneter yang akomodatif serta stimulus makroprudensial yang diperkuat. Penurunan BI Rate ini diharapkan dapat memberikan stimulus bagi sektor-sektor kunci seperti properti, otomotif, dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Langkah ini juga didukung oleh kebijakan insentif likuiditas yang telah disalurkan oleh Bank Indonesia melalui Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM). Hingga pertengahan Januari 2025, total insentif yang diberikan mencapai Rp295 triliun, meningkat signifikan dibandingkan periode sebelumnya. Insentif ini memungkinkan perbankan untuk memperluas cakupan kredit mereka, sehingga memberikan manfaat langsung pada perekonomian domestik.

Data yang disampaikan Bank Indonesia menunjukkan bahwa pertumbuhan kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi masing-masing mencatat kenaikan sebesar 8,35 persen, 13,62 persen, dan 10,61 persen secara tahunan. Sementara itu, pembiayaan syariah tumbuh 9,87 persen, dan kredit untuk UMKM meningkat sebesar 3,37 persen. Angka-angka ini mencerminkan adanya momentum positif di berbagai sektor ekonomi, yang diperkuat oleh kebijakan moneter dan fiskal yang bersinergi.

Namun, pengamat perbankan Arianto Muditomo memperingatkan adanya risiko yang perlu diantisipasi. Penurunan BI Rate dapat mengurangi daya tarik aset berbasis rupiah, terutama bagi investor asing, sehingga meningkatkan potensi terjadinya arus keluar modal (capital outflow). Selain itu, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dapat menimbulkan tekanan inflasi impor, yang perlu diantisipasi dengan kebijakan yang lebih terukur.

Di tengah tantangan tersebut, Bank Indonesia diharapkan dapat menjaga keseimbangan antara mendukung pertumbuhan ekonomi dan memastikan stabilitas nilai tukar. Intervensi pasar dan penguatan cadangan devisa menjadi langkah penting untuk menjaga kepercayaan investor sekaligus mencegah gejolak di pasar keuangan.

Penurunan BI Rate ini mencerminkan upaya nyata untuk mendorong perekonomian nasional. Dengan biaya pinjaman yang lebih rendah, sektor-sektor produktif seperti properti dan UMKM diharapkan mampu meningkatkan kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi. Langkah ini sekaligus menegaskan peran strategis Bank Indonesia dalam menghadapi dinamika ekonomi global dan domestik yang terus berubah.

Subscribe to My Newsletter

Subscribe to my weekly newsletter. I don’t send any spam email ever!