Pemerintah kembali menegaskan komitmennya dalam mengelola keuangan negara dengan lebih efektif dan efisien. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati baru-baru ini mengumumkan kebijakan pemangkasan anggaran di 16 pos belanja kementerian dan lembaga (K/L) dengan total penghematan mencapai Rp256,1 triliun. Langkah ini merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025 yang diterbitkan oleh Presiden Prabowo Subianto, menegaskan perlunya efisiensi dalam setiap aspek pengelolaan anggaran negara di tengah kondisi ekonomi global yang dinamis.
Kebijakan ini diresmikan melalui surat edaran dengan nomor S-37/MK.02/2025 yang dikeluarkan Kementerian Keuangan. Pemangkasan ini menyasar berbagai pos pengeluaran yang dianggap kurang strategis atau tidak langsung berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Beberapa pos anggaran yang mengalami pengurangan signifikan antara lain alat tulis kantor (90%), percetakan dan suvenir (75,9%), serta sewa gedung dan kendaraan (73,3%). Selain itu, anggaran perjalanan dinas dikurangi sebesar 53,9%, jasa konsultan sebesar 45,7%, dan berbagai kegiatan seremonial serta seminar yang dinilai memiliki efektivitas rendah dalam konteks pembangunan nasional.
Menkeu Sri Mulyani menegaskan bahwa kebijakan ini tidak serta-merta mengorbankan belanja yang bersifat esensial bagi masyarakat. Pemangkasan anggaran ini tidak mencakup belanja pegawai dan bantuan sosial yang tetap diprioritaskan sebagai bagian dari komitmen pemerintah dalam menjaga kesejahteraan rakyat. Efisiensi dilakukan pada sektor-sektor yang dinilai memiliki ruang penghematan, sehingga anggaran yang tersedia dapat dialokasikan secara lebih tepat sasaran.
Sebagai bagian dari implementasi kebijakan ini, setiap kementerian dan lembaga diwajibkan untuk mengidentifikasi dan menyusun rencana efisiensi sesuai dengan persentase pemangkasan yang telah ditetapkan. Langkah ini bertujuan untuk memastikan bahwa setiap instansi pemerintah memiliki strategi yang jelas dalam menyesuaikan penggunaan anggaran tanpa mengganggu efektivitas layanan publik yang diberikan kepada masyarakat.
Selain itu, pemerintah juga menetapkan mekanisme pelaporan yang ketat. Setiap menteri atau pimpinan lembaga harus menyampaikan rencana efisiensi kepada DPR serta mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan atau Direktur Jenderal Anggaran sebelum batas waktu yang telah ditetapkan, yaitu 14 Februari 2025. Jika hingga tenggat waktu yang ditentukan tidak ada laporan revisi dari instansi terkait, maka Kementerian Keuangan bersama Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) akan melakukan pencatatan pemangkasan anggaran secara mandiri dalam dokumen resmi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Sri Mulyani juga menekankan bahwa efisiensi anggaran ini akan dilakukan secara selektif dengan memperhatikan sumber dana yang digunakan. Dana yang berasal dari rupiah murni pendamping, kecuali yang bersifat krusial dan tidak dapat ditunda hingga akhir 2025, akan menjadi prioritas untuk dikurangi. Selain itu, dana yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak Badan Layanan Umum (PNBP-BLU) yang tidak disetor ke kas negara tahun anggaran 2025, serta Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang menjadi underlying asset dalam penerbitan obligasi syariah, juga menjadi bagian dari rencana efisiensi ini.
Kebijakan efisiensi ini menjadi bagian dari strategi besar pemerintah dalam memastikan pengelolaan anggaran yang lebih optimal, meningkatkan efektivitas program-program pembangunan, serta menjaga stabilitas fiskal negara. Dengan alokasi anggaran yang lebih tepat sasaran, diharapkan program prioritas nasional dapat berjalan lebih baik dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi perekonomian dan masyarakat luas. Keputusan ini juga diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran negara, menjadikan sistem keuangan negara lebih adaptif terhadap perubahan dan tantangan ekonomi di masa depan.