New York – Rencana Coca-Cola untuk mengganti pemanis minuman dari high fructose corn syrup (HFCS) menjadi gula tebu tengah menjadi sorotan. Jika benar diterapkan secara menyeluruh, langkah ini diperkirakan akan berdampak besar terhadap industri pertanian dan rantai pasok pangan di Amerika Serikat.
Kabar ini mencuat setelah mantan Presiden AS Donald Trump menyebut bahwa Coca-Cola telah menyepakati penggunaan gula tebu untuk produk-produknya di AS, menyusul diskusi terkait kampanye Make America Healthy Again yang diusung oleh Robert F. Kennedy Jr. dan kelompok aktivisnya.
Meski Coca-Cola belum mengonfirmasi secara resmi, perusahaan mengatakan akan segera mengumumkan produk inovatif baru dalam waktu dekat. PepsiCo juga menyatakan terbuka untuk menyesuaikan penggunaan pemanis jika diinginkan konsumen.
Namun para analis industri memperingatkan bahwa peralihan ini tak semudah mengganti resep. HFCS dan gula tebu berasal dari sumber yang berbeda, melibatkan petani dan pabrik yang berbeda, serta memerlukan sistem distribusi dan infrastruktur produksi yang tidak saling tumpang tindih.
“Alasan utama industri beralih ke sirup jagung dulu adalah karena biaya produksinya jauh lebih murah,” ujar Ron Sterk, editor senior di SOSland Publishing.
Berdasarkan estimasi, jika Coca-Cola benar-benar mengganti seluruh penggunaan HFCS dengan gula tebu, perusahaan akan menanggung kenaikan biaya lebih dari US$1 miliar. Selain itu, kebutuhan gula tebu domestik tidak mencukupi — artinya Amerika Serikat harus bergantung pada impor, terutama dari Brasil.
Masalahnya, Trump baru-baru ini memberlakukan tarif impor 50% terhadap gula Brasil, yang membuat biaya impor melonjak drastis.
Sementara itu, Corn Refiners Association memperkirakan penghapusan HFCS akan menurunkan harga jagung hingga 34 sen per gantang, dan menyebabkan kerugian hingga US$5,1 miliar bagi petani. Ribuan pekerjaan di pedesaan pun disebut terancam.
Raksasa agribisnis seperti ADM dan Ingredion yang memproduksi HFCS juga terdampak. Saham kedua perusahaan tersebut dilaporkan turun setelah isu ini mencuat, karena HFCS menjadi bagian penting dari pendapatan mereka.
Para analis menyebut bahwa langkah reformulasi ini bukan hanya persoalan biaya bahan baku, tapi juga tentang kesiapan infrastruktur, rantai pasok, dan dampak sosial-ekonomi yang jauh lebih kompleks.
“Kalau benar-benar diubah total, jangan kaget kalau harga minuman soda bakal naik — dan reaksi konsumen bisa lebih heboh dari kelangkaan telur,” ujar James McDonnell dari CIL Management Consultants.