Batam menjadi saksi lahirnya Simpul Jaringan Gerakan Nelayan Kecil Asia Tenggara, sebuah aliansi transnasional yang mengintegrasikan semangat solidaritas para nelayan kecil di kawasan. Pada Senin (18/11), sejumlah organisasi nelayan dari berbagai negara Asia Tenggara berkumpul dan sepakat mendeklarasikan inisiatif yang bertujuan memperkuat kerja sama dan perjuangan nelayan kecil.
Organisasi yang menjadi bagian dari jaringan ini meliputi Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Perhimpunan Petambak Pembudi Daya Udang Wilayah Lampung, Katipunan ng mga Kilusang Mangingisda ng Pilipinas (KKAMPi), PANGISDA Pilipinas, Malaysia Inshore Fisherman Association for and Welfare (JARING), Bilang-bilangan Daku West Association (BIDAWA-Filipina), The Center of Marinelife Conservation of Community Development (MCD-Vietnam), dan Fisheries Action Coalition Team (FACT-Kamboja). Kehadiran perwakilan dari Ditjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Riau, serta berbagai LSM dan pegiat perikanan dari anggota SEA Fish for Justice semakin mempertegas pentingnya momen ini.
Ketua Umum KNTI, Dani Setiawan, dalam pidatonya menekankan esensi utama pembentukan jaringan ini sebagai upaya bersama untuk mengangkat suara nelayan kecil. Dalam sambutannya, Dani menyebutkan bahwa nelayan kecil merupakan produsen pangan yang sangat penting, baik di sektor perikanan tangkap maupun budidaya. Mereka tidak hanya menopang kebutuhan pangan regional tetapi juga global, dengan lebih dari 22% produksi ikan dunia berasal dari Asia Tenggara. “Lebih dari 10 juta nelayan, pembudi daya, dan pengolah hasil perikanan, baik laki-laki maupun perempuan, menggantungkan hidupnya pada laut. Namun ironisnya, kehidupan mereka seringkali berada di bawah ancaman, baik dari sisi sosial maupun lingkungan,” ungkap Dani.
Deklarasi ini berisi sejumlah komitmen penting, di antaranya memperjuangkan hak hidup nelayan tradisional yang kerap tergusur akibat eksploitasi sumber daya kelautan, pembangunan infrastruktur besar-besaran, atau proyek pariwisata yang tidak ramah lingkungan. Jaringan ini juga bertujuan untuk membangun kekuatan ekonomi mandiri di kalangan nelayan tradisional, memperkuat resiliensi terhadap dampak perubahan iklim, serta memastikan hak-hak dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan perumahan yang layak bagi keluarga nelayan dapat terpenuhi.
Dalam dokumen deklarasi, para pemimpin organisasi ini juga menyampaikan penentangan terhadap praktik-praktik pemiskinan struktural yang mengancam keberlangsungan hidup nelayan kecil. Mereka menyoroti masalah privatisasi dan komersialisasi sumber daya laut, pengrusakan ekosistem seperti mangrove dan terumbu karang, serta penggusuran akibat proyek reklamasi pantai. Selain itu, suara nelayan seringkali dibungkam, baik melalui kebijakan yang tidak adil maupun keterbatasan akses terhadap sarana, prasarana, dan permodalan yang memarjinalkan mereka secara ekonomi.
Dani menggarisbawahi pentingnya langkah kolaboratif setelah deklarasi ini. “Nelayan kecil di masing-masing negara harus terus berjuang, tidak hanya untuk menjaga sumber kehidupannya tetapi juga untuk memastikan bahwa suara mereka menjadi bagian integral dalam setiap diskusi tentang laut dan pesisir. Simpul ini adalah panggilan bagi kita semua untuk bersatu. Nothing about us without us,” tegasnya penuh semangat.
Deklarasi ini bukan hanya menjadi simbol komitmen, tetapi juga menandai dimulainya era baru dalam perjuangan nelayan kecil Asia Tenggara. Dengan menyatukan kekuatan lintas batas, aliansi ini memiliki visi besar untuk menciptakan masa depan yang lebih berkeadilan, berkelanjutan, dan manusiawi bagi para penjaga laut yang telah lama berada di garis depan ekosistem maritim dunia.