Jakarta — Para pelaku usaha di Indonesia menghadapi kecemasan yang semakin besar terkait rencana pemerintah untuk menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen pada Januari 2025. Kebijakan ini dinilai akan memberikan dampak signifikan pada biaya produksi, menekan daya beli masyarakat, dan merugikan daya saing sektor industri nasional yang tengah menghadapi tantangan berat.
Darwoto, Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), menyuarakan keprihatinan tersebut dalam sebuah pertemuan di Cikarang, Sabtu (28/12). Menurutnya, penerapan PPN 12 persen tidak hanya akan memengaruhi barang konsumsi sehari-hari, tetapi juga komponen-komponen lain yang menjadi bagian penting dari rantai produksi. “Kami dari Apindo menyarankan supaya pemerintah menunda pemberlakuan kebijakan PPN 12 persen,” ujar Darwoto.
Meskipun bahan pokok seperti beras dan sayuran tidak terkena pajak ini, barang-barang pendukung lainnya dalam proses produksi, termasuk bahan baku, akan terdampak. Hal ini berarti, kenaikan PPN berpotensi menaikkan harga barang jadi yang dijual ke konsumen. Lebih lanjut, beban tambahan ini diprediksi akan memukul daya beli masyarakat, terutama untuk barang-barang premium seperti daging, ikan, udang, buah-buahan berkualitas tinggi, serta layanan eksklusif di sektor kesehatan dan pendidikan.
Tidak hanya itu, sektor industri juga menghadapi tantangan dari berbagai sisi. Selain kenaikan PPN, pelaku usaha harus mengelola dampak dari peningkatan upah minimum kabupaten sebesar 6,5 persen yang berlaku mulai 2024. Kondisi ini, menurut Darwoto, membuat banyak pelaku usaha kesulitan menyeimbangkan biaya produksi yang semakin tinggi di tengah permintaan pasar yang masih lesu.
Darwoto juga menyoroti langkah berbeda yang diambil negara-negara berkembang lainnya seperti Vietnam. Negara tetangga ini justru menurunkan tarif PPN mereka dari 10 persen menjadi 8 persen untuk mendorong pertumbuhan ekonomi domestik. Menurutnya, keputusan tersebut menunjukkan pendekatan yang lebih bijaksana dalam menghadapi tantangan ekonomi global. “Kalau kita lihat Vietnam malah jadi delapan persen, ini di kita kok malah naik,” tuturnya dengan nada prihatin.
Dalam konteks ini, para pengusaha menyerukan agar pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan ini dengan lebih bijaksana. Dengan kondisi industri yang sedang tertekan, pemberlakuan tarif PPN 12 persen dinilai dapat menghambat pemulihan ekonomi dan melemahkan daya saing produk Indonesia di pasar internasional.