OJK Cabut Izin Usaha Investree: Langkah Tegas atas Pelanggaran Ekuitas dan Kinerja Buruk

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali mengambil langkah tegas dalam mengatur dan mengawasi sektor jasa keuangan, kali ini dengan mencabut izin usaha PT Investree Radika Jaya, atau yang lebih dikenal sebagai Investree, sebuah perusahaan fintech peer-to-peer (P2P) lending. Pencabutan izin ini tertuang dalam Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-53/D.06/2024 yang ditetapkan pada 21 Oktober 2024. Langkah ini diambil berdasarkan evaluasi mendalam yang dilakukan oleh OJK terhadap sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh Investree, terutama terkait ketidakmampuan perusahaan tersebut untuk memenuhi persyaratan ekuitas minimum, sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI).

Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, M. Ismail Riyadi, keputusan pencabutan izin usaha ini tidak diambil secara mendadak, melainkan merupakan hasil dari proses pengawasan intensif yang telah dilakukan OJK terhadap Investree selama beberapa waktu terakhir. Perusahaan tersebut dinilai gagal memenuhi sejumlah ketentuan penting, termasuk ketentuan terkait ekuitas minimum yang wajib dipenuhi oleh setiap penyelenggara LPBBTI untuk menjaga kesehatan finansial perusahaan serta melindungi kepentingan para pemberi pinjaman dan peminjam.

Lebih jauh, Ismail mengungkapkan bahwa kinerja keuangan Investree yang terus menurun juga menjadi salah satu faktor utama yang mendorong OJK untuk mengambil tindakan drastis ini. “Kinerja perusahaan yang memburuk telah berdampak serius pada operasional dan pelayanan kepada masyarakat. Kondisi ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut, karena akan merugikan banyak pihak, terutama para pemberi pinjaman yang dananya belum dapat dikembalikan,” ujar Ismail dalam pernyataan resminya yang dirilis pada 22 Oktober 2024.

Salah satu masalah besar yang dihadapi Investree adalah meningkatnya rasio tingkat wanprestasi di atas 90 hari (TWP90), yang mencerminkan tingginya tingkat gagal bayar dalam portofolio pinjaman mereka. Berdasarkan data yang diperoleh dari OJK, pada 1 Februari 2024, tingkat TWP90 Investree telah mencapai angka 16,44%, jauh di atas batas maksimum yang ditetapkan oleh OJK sebesar 5%. Tingginya angka wanprestasi ini menunjukkan bahwa banyak peminjam di platform Investree yang gagal memenuhi kewajiban pembayaran tepat waktu, yang pada gilirannya memperburuk situasi keuangan perusahaan dan meningkatkan risiko bagi para pemberi pinjaman.

OJK sendiri telah beberapa kali memberikan sanksi administratif kepada Investree sebelum akhirnya mencabut izin usahanya. Pada 13 Januari 2024, misalnya, OJK menjatuhkan sanksi kepada perusahaan ini karena dinilai melanggar ketentuan dalam hal penyaluran pinjaman. Selain itu, OJK juga telah berulang kali memberikan kesempatan kepada pengurus dan pemegang saham Investree untuk memperbaiki kinerja perusahaan dan mencari solusi atas masalah yang dihadapi, termasuk dengan memenuhi ekuitas minimum serta mencari investor strategis yang dapat membantu memulihkan kesehatan finansial perusahaan. Namun, upaya-upaya tersebut tidak membuahkan hasil.

Sebagai konsekuensi dari pencabutan izin usaha ini, Investree diwajibkan untuk menghentikan seluruh kegiatan operasionalnya sebagai penyelenggara LPBBTI, kecuali dalam hal pemenuhan kewajiban perpajakan. Selain itu, OJK melarang pemegang saham, pengurus, pegawai, dan pihak-pihak terkait lainnya di Investree untuk melakukan tindakan yang dapat mengurangi atau mengaburkan nilai aset perusahaan, seperti pengalihan atau penjaminan aset, yang berpotensi merugikan para pemberi pinjaman dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Tak hanya itu, OJK juga menegaskan bahwa Investree harus menyelesaikan seluruh hak-hak karyawan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang ketenagakerjaan. Selain itu, perusahaan ini juga harus bertanggung jawab untuk menyelesaikan kewajibannya kepada para pemberi pinjaman dan peminjam di platform mereka, guna memastikan bahwa hak-hak para pihak terkait dapat terpenuhi dengan baik.

Lebih lanjut, OJK juga telah melakukan tindakan tegas terhadap mantan CEO Investree, Adrian Asharyanto Gunadi, yang dinyatakan tidak lulus dalam Penilaian Kembali Pihak Utama (PKPU) yang dilakukan oleh OJK. Sebagai hasil dari PKPU tersebut, Adrian dikenai sanksi berupa larangan untuk menjadi pihak utama atau pemegang saham di lembaga jasa keuangan lainnya. Meskipun demikian, OJK menegaskan bahwa hasil PKPU ini tidak menghapuskan kemungkinan adanya tanggung jawab pidana yang harus dihadapi oleh Adrian terkait dengan pengelolaan Investree selama masa jabatannya.

Tindakan hukum lebih lanjut juga tengah dipersiapkan oleh OJK bersama dengan aparat penegak hukum (APH) terkait dugaan pelanggaran pidana di sektor jasa keuangan yang dilakukan oleh Investree dan pihak-pihak terkait lainnya. OJK juga telah memblokir rekening-rekening perbankan yang dimiliki oleh Adrian Asharyanto Gunadi dan pihak-pihak lain yang terkait dengan kasus ini, serta melakukan penelusuran aset untuk memastikan bahwa aset-aset tersebut tidak digunakan untuk menghindari tanggung jawab hukum.

Dalam langkah lanjutan, OJK juga berencana bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk memulangkan Adrian Asharyanto Gunadi ke Indonesia, jika diperlukan, guna menghadapi proses hukum lebih lanjut yang mungkin akan dihadapinya. OJK berkomitmen untuk terus memastikan bahwa setiap pelanggaran dalam sektor jasa keuangan akan ditindak secara tegas, demi melindungi kepentingan masyarakat dan menjaga integritas industri keuangan di Indonesia.

Subscribe to My Newsletter

Subscribe to my weekly newsletter. I don’t send any spam email ever!