Pendekatan Persuasif dalam Mitigasi Bencana Perkotaan: Membangun Kesadaran dan Kesiapsiagaan dari Tingkat Rumah Tangga

Project Manager Program KUAT LPBI NU, Imam Agus Faisal, menyoroti pentingnya pendekatan persuasif dalam pengurangan risiko bencana di wilayah perkotaan yang terus berkembang. Menurut Imam, kesadaran masyarakat urban terhadap potensi bencana alam perlu ditingkatkan melalui pendekatan yang menyentuh, tidak hanya di tingkat komunitas, tetapi juga rumah tangga. “Pendekatan persuasif sangat penting untuk menggerakkan kesadaran di masyarakat urban, khususnya di rumah-rumah tangga yang paling rentan ketika bencana terjadi,” ujar Imam dalam diskusi daring yang berlangsung dalam rangka side event KNPRBBK XVI 2024, Selasa (1/10).

Ia menekankan bahwa akses masyarakat perkotaan terhadap layanan keuangan, khususnya sistem pembayaran elektronik, menjadi kunci dalam kesiapsiagaan menghadapi situasi darurat. “Kita hidup di era di mana uang tunai tidak selalu berbentuk fisik. Dalam konteks masyarakat perkotaan, fokus pada kesiapsiagaan bencana harus memperhatikan e-money. Ini memungkinkan masyarakat untuk tetap memiliki akses keuangan saat infrastruktur fisik terganggu akibat bencana,” jelasnya. Layanan keuangan digital dapat menjadi solusi saat terjadi kesulitan distribusi uang tunai, mengingat urbanisasi yang cepat mengubah pola transaksi menjadi lebih digital.

Tata ruang kota yang padat dan kurang teratur juga menjadi tantangan besar. Urbanisasi yang pesat, pertumbuhan populasi yang terus meningkat, dan infrastruktur yang tidak memadai memperbesar risiko bencana, terutama di daerah-daerah perkotaan. Imam menambahkan, “Kita perlu merevisi pengelolaan tata ruang agar lebih tanggap terhadap risiko bencana. Banyak daerah perkotaan yang dibangun tanpa memperhitungkan aspek mitigasi bencana, sehingga rentan ketika terjadi bencana alam.”

Salah satu keunggulan masyarakat urban adalah adanya teknologi yang lebih maju dan akses yang lebih cepat terhadap informasi. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk memperkuat kapasitas mereka dalam menghadapi ancaman bencana. Imam menjelaskan, “Masyarakat urban memiliki potensi besar, mulai dari teknologi canggih hingga akses cepat terhadap informasi melalui media. Ini bisa dimanfaatkan sebagai sistem peringatan dini yang lebih efektif, di mana teknologi sehari-hari dapat dialihfungsikan untuk mendukung kesiapsiagaan bencana.”

Lebih lanjut, Imam menekankan pentingnya pelibatan masyarakat dalam seluruh tahapan perencanaan mitigasi bencana. Ia percaya bahwa masyarakat lokal memiliki pengetahuan penting tentang risiko di wilayah mereka sendiri, dan jika mereka dilibatkan, solusi yang dihasilkan akan lebih efektif dan relevan. “Masyarakat yang tinggal di daerah rentan bencana memahami ancaman yang ada di sekitar mereka. Dengan melibatkan mereka dalam perencanaan, kita bisa menciptakan solusi yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan lokal,” katanya.

Kesetaraan dan inklusivitas juga menjadi aspek penting dalam mitigasi bencana. Imam menekankan bahwa setiap individu, tanpa memandang usia, jenis kelamin, atau status sosial, berhak mendapatkan pendidikan tentang kesiapsiagaan bencana. Ini termasuk kelompok-kelompok rentan seperti penyandang disabilitas, lansia, dan anak-anak, yang harus diberikan akses pendidikan dengan metode yang sesuai dengan kebutuhan mereka. “Semua orang harus mendapatkan pendidikan yang layak tentang bagaimana menghadapi bencana. Ini adalah hak setiap individu,” pungkasnya.

Melalui pendekatan yang persuasif, inklusif, dan berbasis teknologi, masyarakat urban dapat lebih siap menghadapi risiko bencana yang semakin meningkat, baik akibat perubahan iklim maupun perkembangan infrastruktur yang pesat.

Subscribe to My Newsletter

Subscribe to my weekly newsletter. I don’t send any spam email ever!