PMII Desak Kajian Mendalam terhadap Kebijakan PPN 12 Persen

Rencana pemerintah untuk memberlakukan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen terus menuai sorotan dari berbagai pihak. Salah satu suara kritis datang dari Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII). Organisasi ini mengajukan permintaan mendesak kepada pemerintah agar kebijakan tersebut dikaji ulang secara mendalam. PB PMII menilai bahwa pemberlakuan tarif baru ini dapat memicu dampak ekonomi yang luas dan berpotensi menekan kelompok masyarakat menengah ke bawah serta pelaku usaha kecil dan menengah yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional.

Ketua Umum PB PMII, M. Shofiyulloh Cokro, dalam pernyataannya di Jakarta, Kamis (26/12), menggarisbawahi dampak berantai dari kenaikan tarif PPN ini. Menurutnya, kebijakan ini tidak hanya akan berimbas pada naiknya harga barang dan jasa, tetapi juga dapat melemahkan daya beli masyarakat, yang pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Shofiyulloh mengingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam merumuskan kebijakan fiskal yang langsung menyentuh kebutuhan hidup masyarakat luas. Ia menegaskan bahwa stabilitas ekonomi masyarakat di akar rumput harus menjadi prioritas utama pemerintah, terlebih dalam kondisi perekonomian global yang belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi.

“Pemerintah perlu mempertimbangkan kembali dampak yang akan timbul dari kebijakan ini. Masyarakat kelas menengah ke bawah akan menghadapi tekanan ekonomi yang lebih berat jika harga barang dan jasa naik akibat kebijakan ini,” ujarnya.

Hal senada disampaikan oleh Ketua Bidang Ekonomi dan Investasi PB PMII, Ramadhan, yang menyoroti perlunya keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan terkait kebijakan ini. Menurut Ramadhan, pendekatan inklusif dalam merumuskan kebijakan fiskal akan membantu menciptakan harmonisasi sosial, terutama menjelang Tahun Baru 2025. Ia mengingatkan bahwa jumlah masyarakat kelas menengah ke bawah di Indonesia sangat signifikan, sehingga pemerintah perlu memastikan kebijakan yang diambil tidak hanya adil, tetapi juga berorientasi pada kesejahteraan rakyat.

“Kami berharap pemerintah lebih memperhatikan dampak kebijakan ini terhadap masyarakat kecil. Kenaikan tarif PPN ini, jika tidak dikaji dengan baik, dapat memperburuk kondisi ekonomi mereka yang sudah sulit,” tutur Ramadhan.

Di tengah kekhawatiran tersebut, pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko Pemmas), Muhaimin Iskandar, memberikan jaminan bahwa kebijakan PPN 12 persen tidak akan membebani sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta sektor pariwisata. Dalam pernyataannya di Jakarta, Rabu, Muhaimin menjelaskan bahwa pemerintah telah melakukan seleksi ketat terhadap sektor-sektor yang akan terkena dampak kebijakan ini. Ia memastikan bahwa sektor-sektor vital seperti UMKM dan pariwisata tidak akan dikenakan pajak tambahan.

“UMKM dan pariwisata yang berkaitan langsung dengan kebutuhan masyarakat tidak akan terkena dampak kebijakan ini. Fokus kami adalah melindungi sektor-sektor ini agar tetap tumbuh dan berkontribusi pada perekonomian nasional,” ungkapnya.

Muhaimin menambahkan bahwa kenaikan tarif PPN hanya akan berlaku untuk barang-barang mewah yang umumnya tidak dikonsumsi oleh masyarakat luas. Kebijakan ini, menurutnya, dirancang untuk mengumpulkan dana tambahan yang akan dialokasikan untuk subsidi berbagai kebutuhan dasar masyarakat.

Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Maman Abdurrahman, turut menegaskan bahwa kebijakan PPN 12 persen tidak akan membebani masyarakat kelas menengah ke bawah. Ia menjelaskan bahwa barang-barang yang dikenakan tarif baru ini adalah barang-barang premium yang hanya dikonsumsi oleh kalangan tertentu. Dalam pernyataannya, Maman juga menggarisbawahi bahwa kebijakan ini merupakan hasil konsensus antara pemerintah dan DPR selama masa pandemi COVID-19.

“Barang-barang yang dikenakan kenaikan tarif PPN adalah barang premium, bukan kebutuhan dasar masyarakat. Pemerintah berkomitmen untuk memastikan bahwa masyarakat kecil tidak terkena dampaknya,” jelasnya.

Namun, seruan dari PB PMII mencerminkan kekhawatiran yang berkembang di tengah masyarakat. Mereka mengingatkan bahwa kebijakan fiskal seperti ini memerlukan kajian yang lebih mendalam dan pendekatan yang lebih inklusif untuk memastikan bahwa dampaknya tidak membebani kelompok rentan. Dengan kondisi ekonomi yang masih dalam tahap pemulihan, semua pihak diharapkan dapat bekerja sama untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan fiskal pemerintah dan kesejahteraan masyarakat.

Subscribe to My Newsletter

Subscribe to my weekly newsletter. I don’t send any spam email ever!