JAKARTA – Dengan populasi yang mencapai lebih dari 680 juta jiwa, ASEAN semakin mendapatkan pengakuan global, baik dalam bidang geopolitik maupun ekonomi. Besarnya jumlah penduduk ini menjadikan ASEAN sebagai entitas terbesar ketiga di dunia setelah India dan China, dengan lebih dari setengah populasi berusia di bawah 30 tahun. Dari tahun 2010 hingga 2022, pertumbuhan ekonomi di kawasan ini mencatatkan rata-rata sebesar 4,4%, yang mengangkat produk domestik bruto (PDB) agregat mencapai US$3,6 triliun. Angka ini bahkan melampaui PDB India pada akhir 2022, yang tercatat sebesar US$3,5 triliun, menjadikan PDB ASEAN sebagai yang terbesar kelima di dunia setelah Amerika Serikat, Tiongkok, Jepang, dan Jerman. Pada tahun 2023, tren positif ini berlanjut, didorong oleh permintaan domestik yang kuat, inflasi yang terkendali, dan peningkatan ekspor.
Di tengah gejolak ekonomi global dan ketidakpastian geopolitik, ASEAN menjadi daya tarik bagi pelaku bisnis yang ingin mengekspansi operasi mereka. Survei terbaru dari HSBC terhadap 3.500 perusahaan multinasional dengan kepentingan bisnis di ASEAN menemukan bahwa 91% dari responden berencana untuk melakukan ekspansi lebih lanjut di kawasan Asia Tenggara. Ini didukung oleh kebijakan bank sentral utama ASEAN yang mempertahankan suku bunga acuan pada kuartal terakhir 2023. McKinsey memperkirakan bahwa moderasi inflasi dan momentum pertumbuhan akan membuka peluang untuk kebijakan moneter yang longgar, yang berpotensi mempercepat pertumbuhan ekonomi di kawasan ini.
Indonesia, dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa atau sekitar 40% dari total populasi ASEAN, memiliki peran penting dalam ekonomi kawasan ini. Negara ini menyumbang lebih dari sepertiga PDB ASEAN, menjadikannya ekonomi terbesar di ASEAN sekaligus satu-satunya anggota G20 di kawasan tersebut. Selama satu dekade terakhir, Indonesia telah mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan nilai tambah sumber dayanya, termasuk melalui pengolahan bijih mineral di dalam negeri, larangan ekspor konsentrat tertentu, pembangunan infrastruktur besar di luar Pulau Jawa, dan insentif untuk penelitian dan pengembangan. Salah satu contoh keberhasilan dari upaya ini adalah dalam sektor pertambangan nikel. Kebijakan pembatasan ekspor dan investasi infrastruktur dasar telah menarik investasi asing langsung (FDI) hingga miliaran dolar. Ini menjadikan Indonesia sebagai produsen nikel terbesar di dunia dan pemasok utama mineral lain yang diperlukan dalam pergeseran global menuju ekonomi rendah karbon. Indonesia juga memiliki potensi besar dalam rantai pasokan kendaraan listrik, sebuah sektor yang menjanjikan secara global.